animasi bergerak gif

Selasa, 19 Juli 2011

Menantu untuk Ibu

Air mata itu tumpah tak tertahankan dan seketika membasahi mukena yang masih ia gunakan selesai sholatnya. Ketika ia harus dihadapkan dengan keadaan yang sulit ia terima. Sedih rasanya jika ia mengingat apa yang telah menimpa anak pertamanya. Setelah kepergian suaminya, ia harus bisa menerima kepergian anak pertamanya. Kini ia hanya tinggal berdua bersama anak keduanya yang bernama Salsa.

Sedari kecil Salsa telah menjadi seorang anak yang cerdas melebihi anak-anak seumurnya. Berkat didikan orangtuanya, umur lima tahun ia sudah bisa membaca Al-Qur’an. Gadis yang selalu berpenampilan seperti anak laki-laki. Dan tidak sedikit pun sisi wanita terlihat dari dirinya. Dialah Salsa, atau yang sering disapa dengan sebutan Chaca.


Semula ia tidak berbeda dengan tema-temannya. Berpenampilan layaknya perempuan. Namun, ketika ia duduk di bangku SMP, ia harus menerima kenyataan bahwa kakaknya meninggal akibat diperkosa dan dibunuh. Sebuah kabar yang sangat menyakitkan baginya. Ia hanya tinggal bertiga dengan kakak dan ibunya disebuah desa di Kecamatan Samara. Setelah kehilangan ayahnya ketika ia masih berumur 10 tahun, Kini ia harus kembali merelakan kakaknya pergi untuk selamanya.

Sejak saat itu ia merubah diri untuk tidak terlihat menarik dihadapan laki-laki. Ibunya yang mengetahui sang anak berubah akibat kepergian kakaknya mulanya hanya diam, ibunya beranggapan mungkin hanya untuk beberapa waktu, namun perkiraan ini salah. Salsa semakin terbiasa dengan sikap serta penampilannya yang seperti laki-laki. Bahkan kebanyakan temannya adalah laki-laki. Tidak sedikit pun ia takut atau lemah terhadap lelaki.

Ibunya mulai cemas dan menyuruhnya mengikuti organisasi keislaman. Atas usulan ibunya akhirnya ia mulai mengikuti kegiatan Remaja Masjid, organisasi Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, Mengajak kepada yang ma’ruf(kebenaran) dan mencegah kepada yang mungkar. Organisasi yang berusaha mengajak para remaja untuk berpenampilan dan berakhlak sesuai aturan Al-Qur’an dan AS-Sunnah.


Walau penampilannya seperti laki-laki dan urakan, ia adalah anak yang tidak pernah membantah perkataan orang tuanya. Sebisa mungkin ia selalu membahagiakan ibunya, karena memang tinggal ibunya lah keluarga satu-satunya yang tersisa. Ayahnya telah meninggal sejak ia berumur 10 tahun. Dan mulai saat itu ibunya yang harus memenuhi kehidupannya dengan kakaknya, dengan menjadi buruh cuci disekitar rumahnya. Dan kepergian kakaknya sedikit banyak telah merubah cara hidupnya.

Malam itu ia mulai mengikuti kegiatan keremajamasjidan, mulai dari perwiritan, pengajian, dan lain-lain.Awal ia bergabung, ia disambut dengan ramah. Bahkan orang-orang yang lebih dulu bergabung sangat senang kepadanya. Ia adalah pribadi yang ramah, dan mudah bergaul dengan siapapun.


Saat itu ia masih sering menggunakan pakaian seperti laki-laki, sampai ia bertemu dengan Madhan, sesorang ketua umum Remaja Masjid tempat ia baru bergabung. Diam-diam ia mengagumi sosok laki-laki sederhana yang bersahaja dan rapi dalam kesehariannya itu. Lak-laki yang juga sholeh.
Ada rasa damai dalam hatinya ketika mendengarkan laki-laki itu berbicara, sangat lembut tutur sapanya, dan tidak menggurui.

Bahasa yang lembut dan tutur kata yang sopan dari Madhan membuat Salsa tertarik untuk mengenalnya lebih jauh. Sedikit demi sedikit ia mulai mengetahui bahwa Madhan adalah anak perantauan yang datang dari desa yang cukup jauh untuk mencari ilmu.

Madhan sosok yang digemari hampir seluruh anggotanya, ketua yang arif dan sabar itu membuat banyak wanita bersimpatik kepadanya, namun hal itu tidak lantas membuatnya besar kepala dan sombong. Ia tetap rendah hati dan menundukkan kepalanya dihadapan wanita (menjaga pandangan).

Dia bukanlah lulusan Universitas Islam, dan bukan pula lulusan MA (Madrasah Aliyah) atau Pesantren. Ia hanya lulusan SMA di desanya. Namun keta’atannya terhadap islam membuatnya lebih dari Ulumnus Pesantren atau Sarjana Lulusan Pendidikan Islam sekalipun. Sebagai ketua ia benar-benar memberikan contoh terbaik. Dan bukan sekedar ucapan namun nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Ia selalu berkata kepada anggotanya, “Keta’atan bukanlah dinilai dari seberapa banyak ilmu yang kita miliki, tapi keta’atan dinilai dari seberapa banyak ilmu yang kita amalkan”.
Salsa sendiri merasa takjub dengan Madhan, “sosok pemuda yang rendah hati” fikirnya.

Banyak orang yang ditemuinya bahkan seorang mahasiswa universitas islam yang bahkan tidak mengamalkan imunya dalam kesehariannya.
Ia seperti menemukan jati diri yang baru. Perlahan ia mulai merubah penampilannya seperti wanita-wanita lain. Mengunakan pakaian layaknya perempuan dan mengulurkan jilbabnya hingga menutup aurat dan lekuk tubuhnya, namun terkadang ia masih suka menggunakan celana jika hanya dirumah. Ibunya tidak terlalu memaksa agar anaknya segera berubah menjadi wanita tulen. Dengan perubahan perlahan yang dialami Salsa, ibunya sudah merasa senang.

Waktu terus berjalan. Meninggalkan sejarah usang dan menyambut harapan-harapan baru. Kini Salsa telah berubah menjadi sosok muslimah yang cantik dengan kepribadian yang juga baik. siapa saja yang melihatnya akan merasa senang, dengan tutur kata yang sopan namun tetap tegas. Salsa yang sekarang bukanlah salsa yang dulu, Salsa yang sekarang jauh lebih dewasa dan lebih bijak.
****
Suatu ketika ibunya berbicara kepadanya.
“Nak ibu sudah tua, sebelum ibu pergi, ibu ingin kamu ada yang menjaga. Kapan kamu menikah?”
Sontak ia terkejut, karena memang ia belum berfikiran untuk menikah. Ia masih senang dengan kegiatan yang ia lakukan sekarang. Mengajar anak-anak mengaji disekitar rumahnya dan tetap dengan organisasi keremajamasjidannya. Ia belum berfikiran untuk berumah tangga.

Ibunya melanjutkan pembicaraannya.
“Nak, menikah adalah sunnah Rasulullah, dengan menikah berarti seseorang sudah menyempurnakan separuh agamanya.” Tegas ibunya.
Ia tidak tahu akan menjawab apa-apa, ia hanya bisa menunduk, ia masih merasa takut untuk menikah. Pernikahan bukanlah penyatuan antar dua insan untuk beberapa waktu, tapi untuk selamanya. Butuh persiapan yang matang untuk menempuhnya. Banyak orang yang ia temukan menikah, dan tidak lama akhirnya bercerai. Dia tidak ingin hal ini menimpanya. Dan ia merasa masih belum siap. Bahkan terkadang ia berfikir untuk tidak menikah. Namun tidak mungkin jika ia harus mengabaikan harapan ibunya.
Sebisa mungkin ia menjawab dan berusaha untuk tidak menyakiti hati ibunya.
“Bu, untuk saat ini Chaca belum siap, mungkin beberapa waktu lagi sampai Chaca menemukan orang yang bisa menguatkan dan meyakinkan Chacha untuk menikah. Insya Allah secepatnya buk, do’akan saja”.
(Mencoba menghibur hati ibunya)


Bumi terus berputar, kini Salsa harus menjadi tulang punggung keluarganya. Sudah seminggu ibunya sakit-sakitan. Dan akhirnya ia menggantikan pekerjaan ibunya. Pagi-pagi ia sempatkan membuat kue untuk diantar ke warung-warung yang ada disekitar rumahnya. Setelah pekerjan rumahnya selesai, ia lanjutkan untuk membantu keluarga-keluarga yang membutuhkan tenaganya, baik itu mencuci atau memasak. Tidak ada rasa malu dalam dirinya. Asal itu pekerjaan halal. Malam ia gunakan untuk mengajar anak-anak mengaji. Upah yang diterima cukup untuk menghidupi ia dan ibunya, serta untuk membawa ibunya berobat kerumah sakit, sisanya ia tabung.
Suatu ketika rekan-rekan Remaja Masjidnya datang kerumahnya untuk menjenguk ibunya yang sedang sakit. Ia senang teman-temannya datang. Seluruh temannya datang, terkecuali Madhan. Ternyata sang ketua umum sedang pulang kampung. Entah apa alasannya tidak ada yang tau. Tapi ia tetap bersyukur teman-temannya bersedia mengunjungi ibunya yang sedang sakit serta mendo’akan agar ibunya lekas sembuh.
Ditempat yang jauh disana, ternyata Madhan juga telah didesak keluarganya untuk segera menikah. Dan ternyata Madhan berasal dari keluarga yang berada. Ayahnya memilki usaha batik yang cukup maju di desanya, namun Madhan tidak ingin bergantung kepada orang tuanya. Ia lebih memilih untuk mengembara menjadi pribadi yang mandiri dan tidak mengandalkan orang tuanya. Akhirnya ia pergi ke kecamatan Samara, kebetulan juga ditempat itu masih ada sanak saudaranya. Namun minggu ini ayahnya menyuruhnya untuk pulang.
Ayahnya menjelaskan bahwa harus ada yang meneruskan usaha ayahnya. Dan satu-satunya orang yang tepat adalah anaknya sendiri, Madhan. Namun ayahnya ingin Madhan menikah terlebih dahulu agar ada yang mandampinginya mengelola usaha batik tersebut.
Setelah beberapa hari didesanya, Madhan kembali ke Kecamatan Samara tepatnya di desa Biru, tentunya setelah ia meyakinkan kedua orangtuanya untuk segera menikah dan membawa pulang istrinya.
Selesai sholat Ashar, Madhan menceritakan prihal yang dihadapinya antara ia dan kedua orang tuanya kepada salah seorang ustadz yang dekat dengannya. ustadz Yahya, begitu biasanya warga memanggilnya. Ustadz Yahya hanya tersenyum.
“Seperti apa yang kau inginkan???”. Tanya ustadz Yahya.
“Yang menutup aurat, sholeh dan baik akhlaknya ustadz”!!. Jawabnya singkat
“Apa kau sudah siap?? Tanya Ustadz itu kembali.
“insya Allah siap ustadz!”.
‘”Baiklah besok aku akan mempertemukanmu dengannya” tegas ustadz Yahya.
“Boleh saya tau siapa dia ustadz??”
Ustadz itu tersenyum.
“Dia seorang gadis yang tinggal tidak jauh dari sini, anaknya sholeh. Ia bekerja dirumahku. InsyaAllah kau tidak akan menyesal , aku kenal baik dengannya, besok datanglah kerumahku. Kau akan melihat siapa calonmu. Jika kau setuju kita akan lanjutkan. Dan aku akan berbicara kepada ibunya Semua terserah kepadamu”. Tegasnya.
“Baik ustadz insya Allah”.
“Kalau begitu saya pamit pulang, jangan lupa besok datang”.
“insyaAllah ustadz, “
Assalamualaikum”
Wa’alaykum salam”
Madhan terlihat senyum dan sedikit lega.
Keesokan harinya Madhan berkunjung kerumah Ustadz Yahya, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Hatinya bergetar hebat, dalam hati ia berdo’a semoga Allah memberikan yang terbaik untuknya.
“Assalamualaikum….”
salamnya kepada penghuni rumah.
“Wa’alaikum salam warahmatullah”.
Jawab salah seorang penghuni rumah. Ternyata ustadz Yahya.
“Wah sudah datang, masuk..masuk!!”.
ustadz yahya mempersilahkan Madhan untuk masuk dan duduk. Lalu madhan memilih tempat duduk yang tidak jauh dari pintu.
“Bagaimana ustadz??”, Madhan memulai pembicaraan.
“kau sabarlah sebentar dia belum datang”jawab ustadz Yahya.
Madhan terlihat sangat gelisah, namun ia berusaha menenangkan diri.
Ustadz Yahya menangkap kegelisahannya.
“Kenpa dhan??” Tanya ustadz yahya.
“Tidak apa Ustadz, hanya sedikit gugup”.
“Sabar dan berdzikirlah, aku juga pernah merasakan hal yang sama denganmu” .
Seketika ruangan menjadi hening. Selang beberapa menit.
“Assalamualaikum..”,
salam seorang wanita dari luar.
“Wa’alaykum salam warahmatullah”.
serentak Madhan dan ustadz Yahya menjawab. Kemudian wanita itu langsung memasuki rumah dan langsung menuju dapur, tanpa melirik siapa tamu Ustadz Yahya.
Madhan yang memperhatikan merasa kenal betul dengan suara itu. Tapi mungkin itu hanya perasaannya saja.
Kemudian Ustadz Yahya, menyusul kedapur untuk menyuruh wanita itu membuatkan minum untuk tamunya. Setelah minuman selesai dibuat, wanita itupun membawakan dan menyerahkan kepada sang tamu.

“Madhan??, kak Madhan kan??”
Tanya perempuan itu seperti sudah kenal benar dengan Madhan.
“Salsa”???.
“Sedang apa kak???” Tanya Salsa,
“Ada perlu sedikit dengan Ustadz!! Jawab Madhan.
“Oh, kalau begitu Salsa pamit kebelakang ya, Silahkan diminum!!!!”
kemudian salsa kembali kebelakang. Ia tidak memikirkan yang macam-macam, ia hanya berfikir mungkin Madhan hanya ingin membicarakan program menjelang Ramadhan. Berhubung sebentar lagi memasuki bulan Ramadhan.
Kini madhan faham siapa wanita yang dimaksud ustadz Yahya, Salsa memang wanita yang baik, dengan tutur sapa yang lembut serta aurat yang tertutup. Salsa memang sudah jauh berubah sejak beberapa tahun yang lalu. Kini Salsa bukanlah sosok wanita yang berpenampilan dan berkelakuan seperti laki-laki. Kini ia sudah berubah menjadi gadis yang manis, dan wanita yang sholeh.
“Kok diam?, diminum airnya!!”.
Perintah ustadz Yahya. Mengagetkan Madhan yang sedang melamun.
oh, iya ustadz, “
“Bagaimana dhan??”
Tanya ustadz Yahya yang menghampirinya.
“Jadi yang ustadz maksud Salsa??”
“Lho kamu sudah kenal tho?” Tanya ustadz Yahya heran.
“Jelas ustadz, dia kan salah satu dari anggota Remaja Masjid disini”. Jelas Madhan.
“Oh bagus lah kalau begitu, berarti kalian sudah saling mengenal. Jadi bagaimana menurutmu?”
“Saya masih bingung ustadz .”
“Hmmm… tidak apa, malam ini kau mintalah petunjuk kepada Allah. Mudah-mudahan kau kau bisa mengambil jalan terbaik.
“Baik Ustadz”.

Seperti saran ustadz Yahya, malam itu Madhan benar-benar khusyuk meminta kepada Allah agar menetapkan hatinya untuk memilih. Selesai sholat ia merasa mantab. Ia merasa tidak baik menolak anugrah yang satu ini, mendapatkan wanita yang sholeh adalah anugrah terbesar untuknya. Sedikit banyak ia telah faham bagaiman sikap dan kepribadian Salsa.
Keesokan harinya ia nyatakan kemantapan hatinya kepada ustadz Yahya. Ustadz Yahya merasa senang mendengarnya.

Selepas sholat isya, Madhan dan ustadz Yahya, berkunjung kerumah Salsa untuk menyampaikan hajatnya. Ternyata Salsa masih belum pulang dari mengajar. Lalu ustadz Yahya menyampaikan kepada ibu Salsa bahwa Madhan ingin melamar Salsa. Ibu salsa yang masih sedikit sakit itu merasa sangat senang, sudah lama ia menginginkan anaknya untuk menikah. Tapi ia tidak bisa memutuskan sendiri. Ini adalah hidup anaknya. Ia ingat bahwa waktu itu anaknya belum siap untuk menikah. Tapi entah kalau sekarang.

Tak terlalu lama menunggu, akhirnya Salsa pulang.
“Assalamualaykum”.
“Wa’alaykum salam”.
“Wah, ada tamu.. ustadz Yahya, kak Madhan”.
“Sini nak duduk” (perintah ibunya agar Salsa duduk didekat ibunya).

Ustadz Yahya kemudian menceritakan alasan mereka datang kerumah Salsa. Tidak lain untuk melamar Salsa. Ada perasaan haru dihatinya.Kemudian Salsa mencoba berbicara.
“Apakah sudah difikirkan matang-matang kak?, saya bukan siapa-siapa, apakah kakak mau menerima saya apa adanya?”
“Sedikit banyak saya kenal kamu Sa, insya Allah saya akan menerima kamu apa adanya.

Bersediakah kau menjadi ibu dari anak-anakku ??”.

Salsa tertunduk, hatinya merasakan kebahagiann yang luar biasa., ia yakin Madhan tidak akan mengecewakannya. Ia kenal betul siapa Madhan.

“Insya Allah saya siap”. Salsa menjawab dengan penuh ketenangan.
Ibunya bersyukur, dan serta merta dipeluknya anaknya. Kebahagiaan dan rasa syukur menyelimuti ruangan.

”Baiklah, besok selepas maghrib kami sekeluarga akan datang kemari, kalau begitu Madhan pamit ulang dulu buk”.
“Assalamualaikum.” Salam madhan penuh kebahagiaan.

Selepas kepulangan ustadz Yahya dan Madhan, Salsa menangis dalam keharuan. Berkali-kali diucapkannya syukur.

Ke’esokan harinya tibalah acara yang ditunggu-tunggu, madhan telah datang bersama keluarganya. Ustadz yahya juga datang bersama istri dan anaknya. Salsa juga mengundang beberapa rekannya. Rumah kecil itu telah dipadati banyak orang.

“Saya terima nikahnya dan kawinnya Salsabila binti Abdullah Dengan maskawinnya yang tersebut tunai”.
“Sah???”
“Sah !!!”

Semua hadirin mengucap tasbih dan syukur berkali-kali, terlihat Madhan dan Salsa meneteskan air mata. ibunya juga ikut menangis. Lepas lah sudah tanggung jawabnya terhadap Salsa. “Semoga kau bahagia nak”, ucap ibunya sambil memeluk anaknya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar